Kamis, 19 November 2015

peraturan perundang K 3


PENDAHULUANenaga kerja merupakan aset perusahaan yang harus diberi perlindungan terhadap spek K3 mengingat ancaman bahaya potensiyang berhubungan dengan kerja. Oleh karena itu pemerintah telah menetapkan kebijakan perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 melalui peraturan perundangan K3. Peraturan perundangan K3merupakan salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran lingkungan kerja yang penerapannya menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan serta kondisi lingkungan kerja.Peraturan perundangan K3 penting untuk disosialisasikan bagi tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dengan berbagai cara, antara lain melalui kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, publikasi media cetak, dan sebagainya agar melek terhadap peraturan perundangan K3 terutama mengetahui apa yang menjadi haknya agar dipenuhi dan atau apa yang menjadi kewajibannya untuk dilaksanakan.


Pelaksanaan peraturan perundangan K3 harus menjadi komitmen pengusaha/pengurus dan didukung oleh seluruh tenaga kerja yangdiwujudnyatakan dalam setiap kegiatan di tempat kerja. Pengusaha/pengurus bertanggungjawab atas pelaksanaan peraturan perundangan K3dengan melibatkan seluruh tenaga kerja agar tercipta kondisi tempat kerjayang nyaman, sehat, dan aman yang bermuara pada efisiensi usaha danpeningkatan produktivitas.


Landasan Hukum Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tidak satupun produk peraturan perundangan yang ada di Indonesia tidak bersumber dari hukum dasar tertinggi yaitu Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagai sumber hukum dari segala hukum. Sumber hukum peraturan perundangan K3 berlandaskan pada pasal 27 ayat 2 UUD Tahun 1945 yang dinyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupannya yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini memberi makna yang luas bahwa di samping warga negara berhakmendapatkan pekerjaan yang manusiawi juga mendapatkan perlindunganterhadap aspek K3 agar dalam melaksanakan pekerjaan tercipta kondisikerja yang nyaman, sehat, dan aman serta dapat mengembangkan

kemampuan dan keterampilannya agar dapat hidup layak sesuai denganharkat dan martabat manusia.Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945, maka ditetapkanlah UU RINo. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan PokokKetenagakerjaan. Pada undang-undang ini ditetapkan tentangperlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu dalam:1. Pasal 9: Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan ataskeselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuansesuai dengan harkat dan martabat dan moral agama.2. Pasal 10: Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup:a. Norma keselamatan kerja.b. Norma kesehatan kerja dan higiene perusahaan.c. Norma kerja.d. Pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam halkecelakaan kerja.


UU RI No. 1 Tahun 1970Secara khusus peraturan perundangan keselamatan kerja sudah adapada masa kolonial Belanda yang dikenal dengan Veiligheids Reglement(VR) Tahun 1910 (Lembaran Negara No. 406 Tahun 1910). Undangundangini kemudian diganti dengan UU RI No. 1 Tahun 1970 tentangKeselamatan Kerja (Safety Act) mengingat bahwa VR tidak mampumenghadapi perkembangan industrialisasi yang tidak terlepas denganpenggunaan mesin, peralatan, pesawat, instalasi, dan bahan baku dalamrangka mekanisasi, elektrifikasi, dan modernisasi yang tujuannyameningkatkan intensitas kerja dan produktivitas kerja. Di samping itupengawasan VR bersifat represif yang kurang sesuai dan tidakmendukung perkembangan ekonomi, penggunaan sumber-sumberproduksi, dan penanggulangan kecelakaan kerja serta alam negaraIndonesia yang merdeka. Penetapan UU RI No. 1 Tahun 1970berlandaskan pada pasal 9 dan 10 UU RI No. 14 Tahun 1969,pengawasannya bersifat preventif, dan cakupan materinya termasukaspek kesehatan kerja. Dengan demikian UU RI No. 1 Tahun 1970merupakan induk daripada peraturan perundangan K3.Undang-undang RI No. 14 Tahun 1969 tidak sesuai lagi denganperkembangan dan tuntutan zaman, sehingga diganti dengan UU RINo. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang inimempertegas perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 sebagaimanayang dinyatakan dalam:


1. Pasal 86:a. Ayat 1: Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperolehperlindungan atas: keselamatan dan kesehatan kerja; moral dankesusilaan; dan perlakuan yang sesuai dengan harkat danmartabat manusia serta nilai-nilai agama.


b. Ayat 2: Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh gunamewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakanupaya keselamatan dan kesehatan kerja.


2. Pasal 87 ayat 1: Setiap perusahaan wajib menerapkan SistemManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yangterintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.Tujuan dan Ruang Lingkup UU RI No. 1 Tahun 1970Tujuan UU RI No. 1 Tahun 1970 adalah memberikan perlindunganatas keselamatan tenaga kerja, orang lain yang memasuki tempat kerja,dan sumber-sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien.Sedangkan ruang lingkup UU RI No. 1 Tahun 1970 mencakup tempatkerja di darat, dalam tanah, permukaan air, dalam air, dan di udaradengan terdapat unsur dilakukan usaha, tenaga kerja yang bekerja, dansumber bahaya.


Materi UU RI No. 1 Tahun 1970

Materi UU RI No. 1 Tahun 1970 lebih dominan berisi mengenai hakdan atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dalampelaksanaan K3 yaitu:

I. Hak tenaga kerja:1. Pasal 12:Huruf d: Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syaratkeselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.Huruf e: Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimanasyarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alatperlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecualidalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawasdalam batas-batas yang masih dipertanggungjawabkan.


II. Kewajiban tenaga kerja ditetapkan dalam:1. Pasal 12:Huruf a: memberikan keterangan yang benar bila diminta olehpegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja.Huruf b: Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.Huruf c: Memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan kerjadan kesehatan kerja yang diwajibkan.


III. Kewajiban pengusaha/pengurus:1. Pasal 3 ayat 1: Melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerjauntuk:a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri padawaktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.f. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnyasuhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan.h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibatkerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, danpenularan.i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup.k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.l. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan,cara, dan proses kerjanya.n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,perlakuan, dan penyimpanan barang.o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan padapekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi.


2. Pasal 8:Ayat 1: Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan,kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akanditerimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifatpekerjaan yang diberikan kepadanya.Ayat 2: Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerjayang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokteryang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.


3. Pasal 9:Ayat 1: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskanpada tiap tenaga kerja baru tentang:a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbuldalam tempat kerja.b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yangdiharuskan dalam tempat kerja.c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yangbersangkutan.d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakanpekerjaannya.Ayat 2: Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yangbersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telahmemahami syarat-syarat tersebut di atas.Ayat 3: Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagisemua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalampencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran sertapeningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalampemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.Ayat 4: Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semuasyarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usahadan tempat kerja yang dijalankan.


4. Pasal 10 ayat 1: Menteri Tenaga Kerja berwenang membentukPanitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) gunamemperkembangkan kerjasama, saling pengertian, dan partisipasiefektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalamtempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas kewajibanbersama di bidang K3, dalam rangka melancarkan usahaberproduksi.


5. Pasal 11 ayat 1: Pengurus diwajibkan melaporkan tiapkecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnyapada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.


6. Pasal 14: Pengurus diwajibkan:a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yangdipimpinnya, semua syarat-syarat keselamatan kerja yangdiwajibkan, sehelai undang-undang ini dan semua peraturanpelaksananya yang berlaku bagi tempat kerja yangbersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat danterbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahlikeselamatan kerja.
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semuagambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahanpembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihatdan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahlikeselamatan kerja.c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungandiri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawahpimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yangmemasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjukpetunjukyang diperlukan menurut petunjuk pegawaipengawas dan ahli keselamatan kerja.


Peraturan Pelaksana UU RI No. 1 Tahun 1970Peraturan pelaksana UU No. 1 Tahun 1970 terdiri atas:1. Peraturan pelaksana yang bersifat khusus (lex spesialist), meliputi:a. UU Uap (Stoom Ordonnantie) Tahun 1930 (Stbl. No. 225Tahun 1930).b. Peraturan Uap (Stoom Verordening) Tahun 1930 (Stbl. No. 339Tahun 1930).c. UU Timah Putih Kering (Loodwit Ordonnantie) Tahun 1931(Stbl. No. 509 Tahun 1931) tentang larangan membuat,memasukkan, menyimpan atau menjual timah putih keringkecuali untuk keperluan ilmiah dan pengobatan atau dengan izindari pemerintah.d. UU Petasan Tahun 1932 (Stbl. No. 143 tahun 1932 jo Stbl.No. 10 Tahun 1933) tentang petasan buatan yang diperuntukkanuntuk kegembiraan/keramaian kecuali untuk keperluanpemerintah.e. UU Rel Industri (Industrie Baan Ordonnantie) Tahun 1938(Stbl. No. 595 Tahun 1938) tentang pemasangan, penggunaanjalan-jalan rel guna keperluan perusahaan, pertanian, kehutanan,pertambangan, kerajinan, dan perdagangan.Peraturan perundangan K3 tersebut di atas merupakan produk hukumpada masa kolonial Belanda yang hingga saat ini tetap berlakusepanjang tidak bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1970 padapasal 17 yang dinyatakan bahwa: ”Selama peraturan perundanganuntuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belumdikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yangada pada waktu undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlakusepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini”.
2. Peraturan pelaksana dari ketentuan pasal-pasal UU RI No. 1Tahun 1970 (pasal 15 ayat 1 UU RI No. 1 Tahun 1970). UU RINo. 1 Tahun 1970 masih bersifat umum (lex generalist), oleh karenaitu peraturan pelaksananya dijabarkan secara teknis dan rinci dalambentuk PP, Keppres, Permenaker, Kepmenaker, SE Menaker, danKepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.

Pelanggaran terhadap peraturan pelaksana UU No. 1 Tahun 1970(peraturan perundangan K3) dapat memberikan ancaman pidana denganhukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginyaRp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebagaimana ditetapkanpada pasal 15 ayat 2 UU RI No. 1 Tahun 1970. Ancaman pidana ini tidakakan membuat efek jera bagi pengusaha yang melanggar UU No. 1Tahun 1970 (termasuk peraturan pelaksananya) dilihat dari masahukuman kurungan begitu singkat dan denda uang yang dikenakan terlalusedikit mengingat dimungkinkan banyak tenaga kerja pada satu tempatkerja (perusahaan) yang mengalami cidera berat bahkan kematian sertamenderita penyakit akibat kerja.


Setiap kasus pelanggaran terhadap UU No. 1 Tahun 1970 yangdiajukan ke pengadilan, ancaman pidana khususnya denda yangdikenakan seharusnya tidak lagi sebesar-besarnya Rp 100.000,00 (seratusribu) melainkan lebih dari 100.000,00 (seratus ribu), karena nilai uangketika UU No. 1 Tahun 1970 diberlakukan tidak sama dengan nilai uangsaat ini. Pertimbangan ini di satu sisi memberikan rasa keadilan namundi sisi lain mungkin dominan tidak efektif dan dapat menimbulkanpolemik di kalangan pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu UU RINo. 1 Tahun 1970 sudah saatnya untuk direvisi mengingat substansi dansanksi hukumnya tidak lagi sesuai dengan perkembangan industri danpertumbuhan ekonomi. Satu hal yang penting bahwa bila UU No. 1Tahun 1970 telah direvisi (diganti) hendaklah dalam pelaksanaannyaharus disertai dengan penegakan hukum oleh instansi yang berwenang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar